Tokoh Agama Beri Masukan RUU Ormas
Badan Legislasi (Baleg) DPR RI mengundang sejumlah tokoh-tokoh agama untuk dapat memberikan berbagai masukan terkait dengan Perubahan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas).
Rapat yang dipimpin Wakil Ketua Baleg Ida Fauziah (F-KB), Selasa (31/5) mengundang Pengurus Besar Nahdhatul Ulama (NU), Pengurus Pusat Muhammadiyah, Ketua Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI) dan Ketua Umum Persatuan Gereja Indonesia (PGI).
Ida mengatakan, Perubahan RUU tentang Ormas ini masuk dalam Daftar Program Legislasi Nassional RUU Prioritas Tahun 2011. Masukan-masukan dari tokoh-tokoh agama ini tentunya sangat diperlukan untuk menyempurnakan draft RUU dimaksud.
Ditambahkannya, keberadaan organisasi kemasyarakatan sekarang seperti jamur di musim hujan. Sementara UU Ormas yang lama dirasa sudah tidak sesuai dengan perkembangan dan kondisi saat ini.
Banyak kalangan mengatakan keberadaan Ormas belum dapat berperan aktif untuk meningkatkan keberdayaan masyarakat, mengembangkan kehidupan yang demokratis dan harmoni, meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan nasional dan menjaga keutuhan sistem sosial kemasyarakatan.
Bahkan, katanya, ada ormas yang menimbulkan keresahan di masyarakat. Hal inilah tentunya yang perlu diatur lebih lanjut dalam Perubahan Undang-undang ini.
Sebelumnya, Baleg DPR juga telah mengundang mantan Pimpinan Baleg yakni Bomer Pasaribu dan Pataniari Siahaan untuk mendapatkan sumbang pemikiran terkait dengan perubahan UU tersebut.
Pada kesempatan tersebut, Ketua Bantuan Hukum PB NU Andi Najmi mendukung sepenuhnya perubahan UU Ormas. Andi menyoroti syarat-syarat pendirian ormas harus diatur secara tegas, simple dan transparan.
Untuk Bab mengenai Hak dan Kewajiban, setiap ormas harus diberikan hak yang sama dan tidak diskriminatif. Sementara kewajiban setiap ormas harus menjaga dan memelihara keutuhan NKRI.
Struktur organisasi setiap ormas menurut Andi harus ada di tingkat pusat sampai tingkat yang paling bawah.
Dia berharap, jika RUU ini sudah disahkan harus diimplementasikan dengan baik. “Sebaik apapun UU itu jika tidak diimplementasikan menjadi tidak bermanfaat,” katanya.
Sementara Pengurus Pusat Muhammadiyah menegaskan, RUU ini harus diatur secara tegas hubungan ormas dengan partai politik. RUU ini juga perlu dimasukkan tentang etika , karena jika tidak dipagar dengan etika, dalam kenyataan ada ormas yang berbuat sewenang-wenang.
Tim Hukum dari Konferensi Wali Gereja Indonesia mengatakan, perubahan RUU ini harus jelas apa yang akan diatur. Apakah ormas di sini termasuk LSM, Yayasan atau Organisasi politik.
Kejelasan ini perlu karena jangan sampai UU Ormas ini tumpang tindih antara UU yang satu dengan yang lain. Apabila UU ini akan direvisi, sebaiknya dilakukan sesuai dengan kerangka hukum yang ada.
Sementara Perwakilan dari PGI mengatakan, Pemerintah harus berlaku adil terhadap semua ormas. Independensi/kemandirian setiap ormas harus dijaga, ormas tidak boleh kepanjangan tangan dari Pemerintah/Partai Politik tertentu atau partai-partai penguasa yang mengusung Pemerintah. Menurutnya, hal itu dikatakannya karena di masa lalu ada kecenderungan kuat hal seperti itu terjadi.
Dia juga mengatakan, dalam UU ini perlu ada ketegasan kewajiban negara untuk memperhatikan ormas. Dalam hal ini, ormas berhak mendapatkan fasilitas dari pemerintah.
Terkait pasal yang menyebutkan Pemerintah bisa membekukan ormas jika terjadi pelanggaran, dalam hal ini dia berpendapat apakah tepat pembekuan itu dilakukan Pemerintah. Menurutnya, jika ormas melakukan pelanggaran sebaiknya dilakukan melalui proses pengadilan. (tt) foto:Ry